Wednesday 13 February 2013

Nomor Punggung 8




Suara bola itu seakan sedang mengejekku berulang kali disetiap pantulannya lalu dengan cepat memoriku bereakasi menerawang jauh kedalam. Jauh sebelum air mata ini akhirnya surut tak bersisa seperti bumi yang kekeringan dan merindukan hujan.

"Raaaaa sini raaa bawa bolanya...." teriak penuh semangat lelaki didepan ku. "Cieeee adiiitttt" dibalas dengan sorakan satu tim kami. 

Setiap hari sabtu jam 4 sore kami selalu berkumpul untuk bermain basket bersama di kediaman Wardhana. Lapangan basket dirumahnya memang menjadi basecamp kami tiap kali bermain basket. Halaman rumahnya yang besar membuat kami secara leluasa bisa bermain basket kapanpun kami mau dan berapa lama kami ingin bermain. 

"Jadi udah resmi nih lo bedua?" goda Dani salah satu teman kami. Akhir-akhir ini aku dan Adit sedang menjadi bahan becandaan oleh teman-teman kami karena kedekatan kami yang memang sudah berlangsung cukup lama. 

"Kalo gue bilang iya gimana nih kira-kira?" ucap Adit sambil menggandeng tanggan kiri ku. Sebenarnya kami memang sudah meresmikan hubungan kami sekitar seminggu yang lalu namun saja kami belum memberitahukannya kepada mereka. "Waaaah beneran nihh jadi Adit si nomor punggung 8 gak jomblo lagi yaa" tepuk tangan Dini menyambut resminya hubungan kami.

Akhirnya permainan basket sore itu pun terhenti dan terpecah perhatian kepada pembicaraan hubungan kami berdua. Wardhana, Ical, Dini, Dani, dan Mey seketika menarik kami ketengah lapangan "Sekarang kita mau lo kasih bola ini ke Rara sebagai tanda resminya hubungan kalian". Dengan cepat Adit memegang bola basket itu dan memberikannya kepadaku "Ra.. bola ini gue kasih ke lo sebagai tanda kalau lo orang yang paling gue sayang saat ini". 

Aku hanya bisa tersenyum malu melihat tingkah Adit yang seperti itu tapi sejujurnya aku sangat bahagia. "Okee gue terima bola basket ini dari pemain bernomor punggung 8" sambil ku pegang bola itu. "Ehh.. masa udah jadian manggilnya masih gue elo sihh... romantis dong aahhhh" saut Ichal. Ada-ada saja memang kelakuan mereka yang selalu menghasilakan gelak tawa ditengah-tengan kami. 

"Iyaa. Rara aku sayang kamu pokoknya sesayang aku sama mimpi aku buat jadi pemain basket handal nantinya" Adit mengambil kedua tanganku. "Nahh.. gitu dooonggg.. cieeeeeeeee" teriak jail dari Mey sekarang yang membuat suasana di halaman belakang Wardhana semakin riuh.

***

Sekarang nampaknya halaman itu tak seriuh dulu ketika disaat kami masih bersama-sama. Hilang seiring dengan perpisahan ku dengan Adit yang membuat orang-orang disekitar ku tak mempercayainya. Tapi inilah kehidupan selalu berputar yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan diri ketika putaran itu terhenti ditempat yang tak diinginkan.

"Kak tolong lempar bolanya dooong" tiba-tiba saja seorang anak kecil berteriak ke arahku ternyata bola basket itu terhenti tepat diujung kaki ku. Lamunan akan masa lalu yang juga dipecahkan oleh seorang anak kecil yang bernomor punggung 8. "Ini tangkap yaaaa" aku melemparnya. Kemudian aku berlalu sambil tersenyum tanda sudah membiarkan kebahagiaan itu terbang menuju tempatnya.

No comments:

Post a Comment