“Masih tentang dia lagi?”
Entah sudah yang keberapa kali
orang-orang di sekelilingku bertanya seperti itu. Aku sering lelah menjelaskan
kepada mereka, tapi untukmu, aku selalu punya alasan untuk menjelasakannya.
Kadang aku kebingungan memaknai
perasaan ini sebagai cinta atau hanya penasaran saja.
Nar, Kau tahu rasanya menunggu?
Bagaimana rasanya? Melelahkan?
Aku pernah menunggu seseorang
begitu lama, sangat lama. Menunggunya dengan segala ketidakpastian, dengan segala
kecemasan, dan menunggu tanpa bisa melakukan banyak hal. Aku pernah berusaha
sekuat tenaga untuk memberitahunya, sekadar membuatnya tahu bahwa ada yang tengah
mengaguminya sejak lama. Menunggu dengan ketidakpastian itu melelahkan, Nar.
Oh ya, tak apa jika kau tak tahu
bagaimana rasanya menunggu seseorang itu, Nar. Kalimat di atas adalah prologku
saja, sebelum memulai menuliskan surat yang mungkin akan mengganggumu. Kau
hanya perlu membaca baik-baik isi surat ini ya.
Jadi aku sudah bisa memulainya
sekarang?
Selamat ulang tahun, Nar.
Selamat berulang tahun, Nar. Selamat menjadi
semakin dewasa. Semoga di usiamu yang baru ini, Tuhan selalu menjagamu dengan
TanganNya. Semoga segala doamu dikabulkan dengan segera. Aamiin.
Nar, maaf jika surat ini mengganggumu.
Bersamaan dengan surat ini, aku ingin memberitahumu sesuatu yang sudah pernah kuberi
tahu padamu beberapa waktu lalu. Maaf jika kubahas sekali lagi dalam surat ini,
sebab seperti ada yang belum selesai di kepalaku.
Begini...
Nar, aku kebingungan mengartikan perasaan
ini sebagai apa. Seperti yang sudah kutuliskan di atas surat ini. Aku sudah bertanya
pada beberapa orang juga tentang apa arti perasaanku padamu, tapi mereka tidak
bisa menjawabnya. Kau bisa membantuku menjelaskannya? Sedikit saja, Nar.
Aku begitu senang mengamati segala yang kau
lakukan, menerka-nerka sendiri bagaimana perasaanmu, dan mendoakan apapun yang
sedang kau perjuangkan. Aku menikmati segala yang ada padamu, sejak hari itu
hingga saat aku menuliskan surat ini untukmu. Aku terlalu payah untuk
mengungkapkannya padamu secara langsung. Aku tidak seberani perempuan lain
untuk menunjukkan bagaimana perasaanku padamu, dan mungkin aku tidak semenarik
itu untuk kau llirik, Nar. Bisa menulis surat dan membicarakan perihal ini saja
aku setengah mati khawatirnya, jangan kau pandang aku sebelah mata ya. Aku
hanya berusaha memberi tahumu untuk yang terakhir kalinya. Tak apa jika kau
belum percaya saat ini, Nar, Aku akan baik-baik saja, sama seperti waktu itu.
Waktu terus bergerak, namun aku masih diam
di tempat, memaknai kau sebagai salah satu yang kuingat dalam doa setiap shalat.
Tak apa jika tangan kita belum berjabat, namun doa untuk kebaikanmu aku selalu
ingat. Nar, Tuhan Maha Membolak balik hati, kau tahu? Ya, kau pasti tahu itu. jika
suatu hari kita diizinkan bertemu dan kau sudah percaya perihal perasaanku
padamu, beritahu aku. Boleh juga kau coba tanyakan bagaimana perasaanku padamu
nanti, barangkali perasaanku masih sama seperti yang kutuliskan dalam surat ini.
Karena untuk mengubah perasaanku padamu, tidak pernah semudah dan sesingkat itu.
Butuh waktu
bertahun-tahun untuk mengungkapkan perasaan ini dengan sebenar-benarnya padamu.
Dalam surat ini, kuberitahu apa yang mungkin tidak pernah kau tahu dari orang
lain. Atau kalau kau sudah tahu, aku hanya ingin meyakinkan saja. Oh ya Nar, dengan
masih menunggumu, aku tahu pasti bahwa kau memang menempati ruangan paling luas
di hatiku.
Sekian dulu suratku, Nar, maaf
mengganggu waktumu. Semoga kelak kita bisa bertemu dan membicarakan ini hingga lupa waktu.
-
Tertanda Aku,
Yang selalu menyebut
namamu dalam doaku.