Monday 17 March 2014

Kumala


            Sore ini tepat disebuah coffee shop bernama Backyard Coffee di daerah bintaro sektor 7  yang bernuansa minimalis dengan sofa dan kursi-kursi karyu serta foto-foto dan cd yang terpajang di dinding membuat aku semakin menikmati detik demi detik suasana ditempat ini. Alunan lagu kesukaan yang selalu diputar ditempat ini menambah rasa nyaman untuk terus berlama-lama disini. Coffee shop ini milik salah satu band Indonesia Maliq & Dessentials. Band tersebut adalah band favorit aku dengan Kumala dan itu sebabnya aku memutuskan untuk bertemu di tempat ini.
Jam tanganku telah menunjukkan pukul 4 sore namun belum juga aku melihatnya, sambil menikmati lychee tea yang telah aku pesan  mataku terus bergerak kesana kemari memastikan dirinya yang seharusnya telah datang. Ditempat ini hanya ada aku dan dua orang yang sepertinya sedang meeting. Suasana hening walaupun sesekali terdengar kedua orang itu sedang sibuk memastikan kapan tanggal yang tepat untuk memulai event yang akan mereka laksanakan. Tiba-tiba kulihat  mobil berwarna putih berhenti didepan backyard coffee, mobil itu tak asing bagi ku benar saja tak lama seorang wanita berambut hitam sebahu berkaos polos berwarna putih dengan paduan jeans hitam dan flatshoes berwarna merah keluar dari mobil itu. Namanya Kumala, seperti biasa penampilannya selalu saja membuat aku terpesona akan kecantikannya. Kumala tak hanya cantik ia juga pintar semenjak smp hingga sma ia selalu mendapatkan gelar juara umum juga kepopulerannya disekolah karena aktif  di ekskul paduan suara. 

“Maaf al aku terlambat” katanya sambil menjabat tanganku dan mencium pipi kiri dan kanan ku. “Iya tak apa belum selama aku menantimu” tambahku. Kumala hanya tersenyum mendengar perkataanku barusan “ahhh ini lagu favorit ku” ucap Kumala kurasa ia ingin mengalihkan pembicaraan, pas sekali memang kedatangannya disambut dengan lagu untitled dari Maliq & Dessentials.
 “Iya aku ingat kau menyanyikannya dengan merdu sewaktu pentas seni sma dulu” lagi-lagi Kumala hanya tersenyum bibirnya yang tipis dibalut dengan lipstick berwarna pink soft membuatnya semakin terlihat sangat manis.
“Kamu hanya pesan ini?“ tanya Kumala padaku. “Aku menunggumu bukankah kita selalu memesannya bersamaan?” selalu saja aku ingin menikmati apapun bersamanya. “Ahhhh kamu ini masih saja begitu”. Lalu kami pun memesan dua cangkir kopi, aku memesan cappucinno dan Kumala memesan hot chocolate.
Detik demi detik kami habiskan untuk menikmati secangkir kopi sekaligus membahas semua yang telah kita lalui, aku tanpa Kumala dan Kumala tanpa aku. Ditengah perbincangan kami tiba-tiba terdengar suara panggilan telepon dari handphone Kumala.
“Hallo, ada apa?” …………… Kumala mengangkatnya.
Sekitar 10 menit Kumala menerima telepon entah dengan siapa ia berbicara yang aku tangkap ia memastikan akan tiba ditempat yang telah dijanjikan 1 jam lagi.
“Altaf, maaf aku harus pergi ada telepon mendadak, gak apa-apa kan kalau aku tinggal?” Kumala coba menerangkannya dengan penuh kelembutan. “Ohh oke, santai aja” sahut ku sambil melemparkan senyum. Aku tak bertanya apa yang membuatnya harus tiba-tiba meninggalkan pertemuan ini.
“Aku pamit ya al, next time kita atur pertemuan lagi” ucap Kumala sambil masuk ke dalam mobilnya. Aku hanya memandangi dari samping mobilnya sambil terus tersenyum pertanda aku sangat berterima kasih atas kehadirannya hari ini. Walaupun ia meninggalkan separuh pertemuan kami.
***

Hari ini aku berniat untuk pergi ke salah satu florist untuk membeli bunga dan  di kirimkan kepada Kumala. Jam dinding ku telah berderu kencang itu berarti waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang. Aku segera bersiap-siap, siang ini di luar hujan aku memutuskan untuk memakai sweater berwarna coklat polos yang tergantung di lemari.

“Ma, Altaf pergi dulu yaaaa..” sambil mencium kening mama dan mengambil sepotong roti di meja. “Jangan pulang sore-sore ya hari ini papa pulang nanti malam kita makan diluar” mama berbisik di telinga ku. “Aduuhh maa geli ihhh pake bisik-bisik segala, iyaa bentar kok cuma ke toko bunga habis itu pulang” sambil berlalu aku menuju garasi mobil. Hujan sedang sering menghamipri kota kami entah kenapa mungkin karena semua penghuninya sedang merindukan basuhan basah yang menghangatkan suasana.
Setelah sampai di florist aku segera memilih bunga yang akan aku kirim kepada Kumala. “Mas mau cari bunga apa?” Tanya salah seorang penjaga florist itu kepada ku. “Emmm… aku juga gak tau kira-kira kamu bisa bantu gak?” jawab ku. “Untuk diberikan kepada siapa? Teman? mama? Atau  pacar ?” penjaga itu bertanya lagi. “Buat seseorang dibilang pacar juga bukan..” ujar ku sambil tertawa.

“Pasti masih pedekate ya mas, kira-kira orangnya seperti apa?” “orangnya cantik, lembut, sopan, rambutnya bagus, suaranya juga merdu, matanya coklat……” “mas..mas..” tiba-tiba saja tangan penjaga itu menepuk-nepuk bahuku. “ohhh maaf jadi ngelamun” “kayaknya mas nya suka banget yah sama mbak nya sampe bikin ngelamun gitu” sambil tertawa dan  membuat matanya semakin sipit.
Penjaga florist itu segera menunjukkan beberapa mawar dengan macam warna yang berbeda. “Kalau dengar dari gambaran mas tentang mbaknya kayaknya mawar warna merah muda ini cocok untuk dia mas”. Mawar berwarna merah muda itu melambangkan kebahagiaan dan kelembutan sama seperti Kumala ia wanita yang lembut serta selalu membuat aku merasa bahagia karena telah dipertemukan dengannya.
“Iya mbak saya mau yang ini ya, nanti dikirim ya mbak alamatnya ini udah aku tulis terus jangan lupa kartu ucapan ini juga ditaruh di bunganya” sambil menujukkan secarik kertas bertuliskan alamat rumah Kumala. Penjaga florist itu pun segera merangkai bungai yang telah aku pesan matanya terlihat sangat sipit ketika wajahnya serius merangkai sebuket bunga mawar untuk Kumala.
Akhirnya aku meninggalkan florist itu dan pulang kerumah. Aku harap Kumala bisa suka dengan bunga yang aku kirimkan. Sudah bisa ku bayangkan bibir tipisnya merekah dengan indah seindah bunga yang baru mekar.
***
Keesokan harinya aku menerima sebuah pesan singkat dari serorang wanita yang selalu saja membuatku tersenyum simpul ketika mendengar namanya. Ia ingin bertemu denganku, nampaknya bunga yang aku kirimkan kemarin telah diterimanya. Hari ini dia mengajakku bertemu di Backyard Coffee lagi. Sekitar jam 3 sore aku telah bersiap-siap menuju tempat yang akan mempertemukan kami berdua.
Sesampainya disana mobil putih telah terparkir didepan coffee shop favorit kami berdua ini. Aku pun segera masuk kedalam dan tentu saja disuatu sudut perempuan cantik itu telah menungguku. “Hei maaf kali ini kau yang harus menunggu” aku mencium pipi kanan dan kirinya tubuhnya wangi aroma parfum strawberry.
            “Altaf sejak kapan kamu suka kirimi aku bunga?” ia tersenyum. Kumala andai kamu tahu bunga itu ku beri untukmu sebagai tanda terima kasihku karena kau kembali ke kota ini. “ Thank you so much al, aku suka sekali warna bunganya” ia menatap dalam mataku. Aku bersyukur Kumala datang kembali ke kota ini setelah lulus sma dan akhirnya ia melanjutkan kuliah di Surabaya aku tidak lagi bertemu dengannya.

“Jadi kamu apa kabar al? kerjaan gimana? Terus keluarga sehat-sehat kan?”
“Nanyanya satu-satu dong cantik”
Kumala tertawa “Al..al masih aja kamu”. Sewaktu sekolah dulu aku sering memanggil Kumala dengan sebutan “Cantik”.
“Aku baik, mama sama papa juga Alhamdulillah sehat, kerjaan juga lancar cuma hati aku aja yang gak lancar mal semenjak ditinggal kamu”.
“Al.. kamu ini yaaa” ia hanya menggelengkan kepalanya.
“Kamu gimana jadinya, udah pasti kerja di Jakarta?’
“Iyaa aku di pindahin kesini al, seneng si karena bisa tinggal bareng sama keluarga lagi tapi kadang masih kangen juga sama Surabaya”
“Kangen sama kotanya apa ada yang dikangenin disana?”
“Banyaaak..yang pasti aku bakal kangen sama temen-temen, suasana Surabaya, makanannya, ahhh pokoknya semuanya”
“Tapi apa kamu gak kangen sama yang nunggu kamu di Jakarta?” aku memotong pembicaraan.

Kumala tak mengubris pertanyaanku ia hanya tersenyum dan hanya terus menikmati secangkir kopi yang dipesannya. Kemudian aku teringat akan sebuah pernyataanku dahulu sebelum ia pergi ke Surabaya. Aku berpesan padanya jikalau ia kembali akan ada yang selalu setia menantinya. Ku penuhi janjiku sampai akhirnya ia kembali ke Jakarta tak pernah aku menoleh pada wanita yang bahkan lebih cantik dari Kumala. Aku ini siapa untuknya kiranya tak penting bagiku menurutku aku janjikan dirikulah yang akan siap untuk direpotkan olehnya sudah menjadi kebahagiaanku. Karena dengan itu aku merasa dibutuhkan walaupun hanya berlandaskan rasa terima kasih.
            Semua gambar yang terpajang di dinding nampaknya tahu bahwa aku sangat menantikan hari ini. Hari dimana aku duduk berdua dengannya sambil berbincang-bincang dan tanpa ada yang menyuruhnya untuk lagi meninggalkan  pertemuan kami. Alunan lagu dan nyanyian kecil dari Kumala yang mengikuti lagu-lagu yang terdengar serasa lilin ditengah kegelapan.
Dering suara panggilan masuk….
Aku menerima telepon yang ternyata dari rekan kerjaku.

“Dari siapa? Kedengerannya suara cewek al? pacar ya?”
Aku setengah tertawa “sejak kapan ada yang gantiin kamu disini”.
Kumala terdiam. Ia sedikit menarik napas “Al kalaupun menurut kamu ga ada yang gantiin aku ditempat kamu tapi akan ada yang gantiin kamu ditempatku.”
Aku terkaget mendengar ucapan Kumala barusan “Ya itu kamu bukan aku Kumala”.
Wanita yang ada didepanku kini hanya mengaduk-ngaduk secangkir kopi miliknya entah apa yang ada dipikirannya.
“Altaf.. kalau ada satu nama seorang sahabat yang begitu baik disepanjang hidup aku itu cuma kamu.”
“Aku mau kamu lebih dari sekedar sahabatku cantik” Balasku.
            Kemudian hening untuk beberapa saat diantara kami. Kumala terlihat memencet nomer telepon aku tak tahu siapa yang sedang ingin ia hubungi.
“Namanya Bayu dia pacarku” Kumala memberikan ponselnya kepadaku.
            Aku mengambil ponselnya dan mematikan sambungannya “Kamu gak perlu kenalin siapapun”.
“Al tapi kamu gak bisa terus-terusan nunggu aku..kamu..”
“Kamu apa? Kamu mau aku cari pacar juga? Kumala dari dulu aku simpen perasaan ini baik-baik cuma buat kamu. Apa kamu pikir baru kali ini aku tau kamu punya pacar?”
            Matanya tak menatapku ia seperti ingin menepis segala perkataan yang akan aku ucapkan kepadanya.
“Kenapa si dua orang cowok sama cewek yang bersahabat gak bisa cuma punya perasaan sebagai sahabat aja dan gak lebih?.”
“Kamu tanya itu sama siapa? Sama aku? Gak ada yang pernah tau dan gak aka ada yang bisa menghalangi ketika cinta itu datang mal. Kalaupun aku bisa milih aku gak akan milih kamu yang jelas-jelas emang dari awal kita sahabatan dulu hanya anggap aku sebagai sahabat.”
“Al..cukup. Aku mau pulang sekarang” Kumala membereskan isi tasnya.
            Aku menahannya pergi “Duduk sebentar disini Kumala aku mau kamu denger semuanya, karena aku gak tau setelah kamu pergi dari sini aku masih bisa ketemu kamu lagi atau enggak.”

            Air matanya perlahan mulai jatuh entah apa yang membuatnya menangis, mungkin ia kasihan melihat seorang laki-laki sedang mengemis cinta kepadanya. Pengemis cinta yang menahun menaruh harap akan cintanya.
“Kumala, tadi kamu bilang aku adalah sahabatmu yang terbaik disepanjang hidupmu. Alasanmu membuatku semakin yakin bahwa hanya aku yang terbaik untukmu. Jikalau ada yang lain dihatimu mungkin hanya di suatu sudut bukan dibagian ruangnya. Aku akan biarkan kau menjalin hubungan cinta dengan siapapun. Aku hanya akan melihatmu dari tempatku dan tak akan aku mengusikmu.”
            Kumala semakin tak bisa menahan air matanya aku tak pernah bisa melihatnya menangis seperti ini.
“Kamu menaruh cinta yang salah al” ucap Kumala sambil mengusap air matanya.
“Gak ada cinta yang salah Kumala hanya keadaan dan waktu yang terkadang membuatnya terlihat salah. Gak ada yang bisa menyalahkan orang jatuh cinta karena siapapun dia gak ada yang bisa menahannya untuk datang.”
            Aku berpindah tempat dan duduk disamping Kumala “Kumala aku hanya ingin kau tahu bahwa aku yang akan kau cari ketika semuanya sudah berada di waktu yang tepat. Kamu seseorang yang layak untuk aku tunggu karena cinta ini tak pernah salah untuk aku tempatkan kepada hatimu.”
            Kumala tak mengucapkan sepatah kata apapun ia hanya memelukku sangat erat inilah hal yang terberat untukku. Pelukan erat ini menjadi pukulan bagiku bahwa tak bisa ia ku miliki untuk saat ini akan banyak hari dan waktu yang harus aku relakan untuk melihatnya dengan orang lain.
            “Cintamu memang tak pernah salah Al.. aku yang salah..” sambil tersedu-sedu ia mengucapnya.
Kumala…


No comments:

Post a Comment