Wednesday 19 March 2014

Bersama Hujan

Kemudian matanya seperti ingin menerkam tubuhku yang mulai digelayuti dengan rasa dingin yang mengepung disekujur tubuhku. Ini lebih menakutkan dari mahkluk yang mungkin tak terlihat disekeliling kami saat ini. Sudut kota ini sudah semakin sepi dan tak terlalu terdengar hingar bingar suara kendaraan yang berlalu-lalang. Sementara itu hujan turun semakin deras menghujani kota kelahiran ayahku yang pada akhirnya karena ayah juga aku berada disini.

Bandung selalu semakin terasa syahdu ketika hujan turun. Semakin terasa lebih hangat mungkin jika hujan-hujan seperti ini kau sedang bersama seseorang (bukan) kekasihmu. Mungkin aku sedang merasakan kehangatan itu. Kedua tangannya mulai menggenggam kedua tanganku, sela-sela jarinya dimasukkan kedalam sela-sela jariku. Kami pun saling menggenggam.

Aku tak mau memikirkan hal apapun yang lain selain niatnya yang hanya untuk mencoba meminimalisir rasa dinginku. Kami harus berteduh disuatu mini market yang telah tutup semenjak jam 10 malam tadi. Semakin deras hujan itu turun semakin deras pula ribuan getaran yang muncul di dadaku.

"Ami.." ia memanggilku dengan lembutnya.

Aku hanya mengarahkan mataku ke arah matanya. Entah perasaan seperti apa yang sedang aku rasakan saat ini. Rambutnya yang basah juga mata sayunya yang terlihat semakin sayu karena air yang belum sempat terusap diwajahnya seakan memaksa aku untuk menelisik lebih dalam.

"Ami.. sampai saat ini aku tak pernah tahu jawabannya, mengapa rasa sebagai teman tak pernah benar-benar hanya sebagai seorang teman. Terlebih kepadamu" lalu ia semakin erat menggenggam jemariku.

No comments:

Post a Comment