Monday 13 January 2014

20th



Thank you..

Sebulan

Dimulai dari selesainya masa semester 5 yang berlangsung dengan adanya program pemadatan dan setelah itu kami harus segera mempersiapkan untuk Praktek Kerja Lapangan (PKL). Sempet gak tau mau netepin tujuan buat pkl dimana walaupun udah sempet tanya-tanya sama kaka gue sendiri. Tapi, ya gitu bingung deh pokoknya. Waktu itu gue sempet mikir "yaudahlah dapet seadanya" (saat itu). Tapi kemudian gue menetapkan untuk milih salah satu perusahaan air line domestik. Setelah itu gue pun sudah merasa tinggal nunggu kepastian aja walaupun sebenernya pasti bakal ada aja ini itu yang mengganggu. Bener aja karena satu alasan pkl gue ditempat itu gak bisa langsung untuk periode di bulan Desember dimana kegiatan pkl di mulai. Untuk bisa pkl disana harus nunggu sampe bulan Maret (katanya). Dari situ gue mulai kepikiran "yaudahlah dimana aja asal baik". Mencoba pasrah tapi tetep nuntut..hahhahaha

Ketika itu juga gue udah males buat nentuin mau dimana lagi. Sampai pada akhirnya suatu hari sehabis kita acara outbound yang termasuk dari program pembekalan pkl, dosen gue yang ngurusin kita-kita ini mau pkl dimana menawarkan suatu tempat. Sebutlah perusahaan itu Puninar MSE tempat itu menjadi tawaran disaat gue udah gak kepikiran mau pkl dimana lagi. Akhirnya gue pun meng'iya'kan dan mencoba buat dateng keesokan harinya buat interview. Serba dadakan tapi alhamdulillah berjalan lancar semuanya. Hari senin tanggal 2 Desember gue pun mulai bisa pkl di tempat itu. 

Oh iya tempat pkl gue ini bertempat di Alam sutera untuk Head Office nya dan gue kebagian dapet disini sementara temen gue yang lainnya di tempatin di kantor cabangnya di Soewarna, Soekarno Hatta. Alhamdulillah banget tempatnya deket dari rumah, dan hari pertama sampai satu bulan semuanya berjalan menyenangkan. Gue ngerasa dapet tempat yang baik banget dan mungkin ini salah satu hikmah dari terpendingnya di tempat pkl yang awal. Selama sebulan kenal sama pegawai ataupun bos disana yang semuanya baik-baik. Gue ngerasa sangat di hargai sebagai anak pkl dan ini yang bikin gue bersyukur banget. Selama sebulan ngerasain pkl yang bikin gue selalu semangat buat dateng tiap harinya, psssttt fee nya juga lumayan buat jajan-jajan..hehehhe

Ahhh sebulan sudah berlalu untuk bulan berikutnya gue harus melanjutkan pkl di kantor cabangnya di Soewarna karena kerjaan lebih banyak disana. Harus tetep semangat karena berarti gue dikasih kesempatan dua kali buat mencoba tempat baru. Ilmu dan pengalaman yang didapet juga akan semakin banyak (insyaAllah). Gue cuma mau berterima kasih untuk sebulannya di Head Office Puninar MSE, karena disana gue udah dikasi banyak kesempatan, ilmu dan pengalaman yang semoga bisa jadi bekal buat lebih baik lagi. 

Semangat....

Wednesday 1 January 2014

De-Javu

Tiga tahun sudah semuanya berjalan.

Awal yang sangat sulit namun akan ku buktikan bahwa cinta adalah sesuatu yang harusnya akan selalu membuatmu bahagia. Jikalau di masa lalu kau pernah dikecewakan aku harap masih ada setitik senyum yang sanggup kau simpulkan untuk orang disekitarmu.

*Suara telepon berdering*

"Kenapa lagi?"

Untuk beberapa saat laki-laki yang berdiri di sebelahku terdiam, nampaknya ia hanya mendengarkan.

Ia menghela nafas kemudian mematikan ponselnya. Wajahnya sangat tak bersahabat.

"Gak sopan ngeliatin orang kaya gitu" celetuk laki-laki itu.

Aku baru tersadar bahwa sedari tadi aku memperhatikannya. Aku menggeser badanku dan menyisakan ruang yang masih bisa satu orang duduki.

Lelaki itu kemudian duduk, ponselnya masih berbunyi namun nampaknya ia enggan untuk mengangkatnya. Suara ponselnya masih terus berbunyi.

"Mau ngapain lagi si" katanya sambil mematikan ponselnya.

Lagi-lagi aku memperhatikan semua gerak-geriknya "Bisa gak ngeliatnya biasa aja". "Masnya lagi disamping saya, ya wajar dong kalau saya ngeliatin mas".
Ia tak memperdulikan jawabanku mukanya datar.

Sudah hampir 15 menit kami disini, di tempat pemberhentian bus (seharusnya).
"Lo nungguin apa?"

"Gak punya mulut ya?"

Aku menoleh "Lo nanya sama gue?".
"Cuma ada lo sama gue doang disini masa iya gue nanya sama tiang"
"Oh kirain lo lagi ngangkat telpon, Lo sendiri nungguin apa?"
"Gue nanya malah balik nanya"

Aku menutup bukuku dan memasukkannya ke dalam tas "Panas banget jadi neduh dulu deh disini".
Ia menoleh "Baru tau ada orang lagi panas-panasnya terus neduh di halte".
"Dan baru tau juga ada orang yang kayaknya lagi berantem sama pacarnya ikutan neduh di halte juga bareng gue".

Aku berdiri dan meninggalkan halte itu.

***

"Buu.. kok kotak susunya belum diambil? Dirga gak dateng hari ini?" setelah sampai rumah aku duduk di ruang tengah yang berukuran tidak terlalu besar dengan ruangan berwarna putih semakin teduh dengan bunga mawar diatas mejanya. Ibu berjalan ke luar dan menengok kotak susu yang ternyata memang belum diambil sedari pagi.
"Oh iyaa..ya ibu baru sadar kalau nak Dirga gak kesini".

Dirga adalah seorang pengantar susu yang setiap pagi mengantarkannya ke rumah-rumah warga komplek sini. Apa mungkin hari ini ia sedang sakit atau ada keperluan lain sehingga tak ada susu yang diantarkannya. 
"Ra, kamu ke supermarket ya beli susu disana aja deh ibu mau bikin macaroni" sambil memberikan beberapa catatan bahan yang akan dibeli.

Senja hari ini masih sama seperti senja-senja tahun kemarin. Dulu mungkin senja adalah tanda bahwa kami harus menyudahi permainan basket di lapangan rumah Wardhana. Aku tersenyum, senyum ini ibarat penghiburan. Rindu rasanya bermain basket seperti dulu lagi tapi ku rasa keadaan tidak lagi bisa seperti dulu. Masa lalu biarlah menjadi kenangan yang akan membuat kita lebih berharga di masa sekarang. 

Kayuhanku terhenti pada satu titik, ku lihat seorang pemuda yang biasa ku lihat setiap pagi di sebuah apotek. Aku menghampirinya "Dirgaaaa..".
Ku parkirkan sepedaku lalu menghampirinya..

"Kamu sakit?"
"Masuk angin kayaknya" ia tertawa.
"Kok ketawa? emang ada yang lucu?" tanyaku lagi.
"Mbak yang lucu" tatap ku heran.
"Ohh.. enggak mbak. Maksudnya ini penyakit orang kampung biasa masuk angin gitu" ia tertawa lagi.


"Ahh nyesel saya nyamperin kamu, yaudah cepet sembuh ya biar saya gak perlu beli susu ke supermarket sore-sore begini"
"Mbak mau ke supermarket? ayo saya antar?"
"Kamu mau nganterin saya? kamu katanya sakit?"
"Udah sembuh"
"Dirga kamu mau becandain saya ya? oh iya sepeda kamu mana? kok kayaknya saya gak liat sepeda biru kamu?"
"Biru udah gak ada mbak, kalau gitu saya pamit ya mbak" Dirga berjalan ia tak lagi menggunakan sepedanya.

Aku hanya memandanginya sepanjang ia berjalan sesaat aku lupa dengan tugasku untuk membeli susu.

Sesampainya dirumah aku memberitahu ibu kalau aku bertemu Dirga ketika perjalanan ke supermarket. Aku menceritakan kalau Dirga bilang sepedanya sudah tidak ada. "Kamu kangen kalau Dirga gak ada sepeda trus dia gak bisa nganter susu ke sini?" tanya ibu sambil membereskan bahan-bahan yang baru aku beli tadi. "Bukannya gitu bu tapi kan kasian kalau dia harus gak kerja, malah katanya dia juga lagi sakit" jawabku.

"Yasudah besok lagi kita tunggu Dirga sekarang kamu mandi terus bantuin ibu nih bikin macaroni, pesenan buat nanti malem"
"Nanti malem? siapa yang pesen bu?"
"Bu Ana yang pesenin tapi buat temen anaknya katanya, nanti malem orangnya kesini"

***

Suara bel pintu....

Jam menunjukkan pukul 22:00 mungkin orang yang akan mengambil pesanan macaroni schottel. Semua pesanan sudah siap tapi yang jadi pertanyaan mengapa ada orang yang memesan untuk dimakan malam-malam sekali?.

Ku bukakan pintu..
Dari bawah pria ini memakai sepatu converse berwarna abu-abu dengan jeans dan memakai jaket berwarna coklat. Seketika ku lihat wajahnya "Loohh?". "Kenapa kok kaget banget? gue bukan penagih utang" reaksinya santai.
"Buu nih orang yang mau ambil macaroninya udah dateng" ku tinggalkan ia yang masih berdiri di depan pintu.

Ku teruskan membaca majalah sambil memakan keripik kentang yang tersedia di meja ruang tengah. Ia masih terus berdiri sambil membunyikan kakinya ke lantai. "Ada tamu nih lo gak mempersilahkan gue duduk gitu?".

"Ehhh ini pasti nak Adit yang mau ngambil macaroni itu yaah?" ibu yang sedari tadi sedang shalat langsung menemui lelaki yang baru ku ketahui namanya adalah Adit. Aku terdiam seperti De-javu mendengar nama itu. 

"Ini pesanannya, dua kan?" ibu memberikan macaroni yang telah di tempatkan rapi. "Iya bu terima kasih ya ini uangnya" ia memberikan uang. "Iya sama-sama ya nak Adit kalau ada rasa yang kurang-kurang nanti boleh disampein ya". "Saya cobain dulu deh tapi kalau dari harumnya si enak kayaknya bu".

"Oh iya bu, saya mau ketemu sama anak ibu itu siapa namanya?" ia berbisik pada ibu. "Ohh..Rara" jawab ibu. "Ahh iyaa, boleh bu?" bisiknya lagi. "Kamu kenal sama Rara?". "Belum mangkanya ini baru mau kenalan" ujarnya. 

Ibu menghampiriku yang masih asik membaca majalah "dia mau kenalan sama kamu katanya". Setelah menyampaikan ibu segera masuk ke dalam. "Rumah lo disini ternyata, dunia sempit banget" perlahan lelaki itu memasuk rumahku. "Gak ada yang nyuruh lo masuk" aku coba menghalangi langkah kakinya. Kemudian ia duduk di sebelahku "Gue Adit" ia menjulurkan tangannya. 

Aku menatapnya dalam-dalam ketika ia menyebutkan namanya. "Woii bengong, kebiasaan lo suka ngeliatin gue begitu hati-hati ntar naksir". Aku melemparkan bantal ke arahnya "Rese banget sih bikin kaget aja, gue..". "Biar gue tebak nama lo Rara kan?" ia mendekatkan kepalanya ke arahku. Aku tak bergeming "dari mana lo tau, lo bukan dukun kan?". "Santai muka lo gak usah culun begitu, tadi gue nanya nyokap lo waktu di depan pintu tadi" jelasnya. 

"Temenin gue didepan situ dong, gue liat tadi ada bangku taman gitu viewnya asik" ia menarik ke arah taman. Adit menaruh macaroni yang ia pesan dari ibu kemudian membuka keduanya. Aku tak mengerti pikiran lelaki ini, ia memesan dua macaroni tapi kenapa ia buka disini. "Temenin gue makan ini" ia memberikan sendok yang memang sudah ada dalam kotak macaroni yang dibuat ibu. "Apaa? lo gila kali ya gue yang bikin itu juga tadi , masa gue makan juga".

"Apa bedanya?"
"Ya kalau gue bikin buat sendiri ya pasti gue makan, tapi kan tadi buatnya emang buat pesenan pelanggan"
"Yaudah sederhanain aja, anggap gue temen lo yang ngajak lo buat makan macaroni ini bareng dan lo ga tau kalau macaroni ini ibu lo yang buat, beres. Sekarang makan".

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Cerita ini adalah sebuah lanjutan dari cerita yang pernah saya buat. Jika kalian ingin membacanya ada tiga cerita sebelumnya yang saya tulis, bisa lihat di sini :

" Rara "
" Surat yang Aku Baca "
" Nomor Punggung 8 "

Selamat membaca...

Monday 21 October 2013

Dimulainya Hari Ini

Jika telepon genggam ku bisa bertindak sendiri mungkin ia sudah lancang mengirimkan semua pesan yang tersimpan di draft. Tapi disini manusia masih mempunyai peran untuk mengendalikan apa yang ingin ia kirimkan walaupun berbeda dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Sudah hampir habis hari ini namun tak juga namanya tertera di kotak masuk ponselku. Biarlah mungkin memang ini yang menjadi pilihannya hanya saja aku tak habis pikir kenapa sikapnya bisa seperti itu.

Mataku mulai meminta untuk dipejamkan dan ingin menikmati keheningan malam sampai tiba esok matahari masuk dari jendela kamarku yang terbuka. Aku tinggalkan semua yang nampaknya berjalan tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Entahlah apa yang akan terjadi esok biarkan semuanya menjadi rahasia yang tak pernah ku ketahui. Abin menjadi suatu rahasia yang sampai saat ini tak ku ketahui mengapa ia menjadi seperti itu.
***

Almost, almost is never enough
So close to being in love
If i would have known that you wanted me
The way i wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other arms

"Haloo kenapa ga?"
"Ven gue di depan"
"Hah?" aku yang sedang memakai dasi segera berlari menuju jendela kamar yang langsung tertuju ke arah pintu gerbang rumah.
"Gue tunggu di bawah" kemudian panggilan teleponnya terputus.
Aku keluar dari kamar untuk menemui Angga. 
"Raveeeeen hati-hati kalau turun dari tangga jangan buru-buru" ucap ayah yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Bentar yah ada temen aku di bawah" jawabku sambil menuruni tangga.

Sesampainya di pintu depan tenyata pintu masih terkunci "Buuuu kuncinya manaaa?".
"Apa siih raven dari tadi grasak-grusuk terus teriak-teriak.." ibu menghampiri dan memberikan kunci.

Aku menuju pagar dan membukakan gembok yang masih terkunci untuk Angga "Kok lo gak bilang gue dulu sih kalau mau jemput ke rumah".
"Emang kenapa? kan kalau gue mau sekolah pasti ngelewatin komplek rumah lo dulu jadi sekalian".
"Iya tapi kepagian mas, yaudah motor lo masukin terus sarapan dulu deh yuk di dalem".
"Ehh gak apa-apa nih ikut sarapan?".
"Iya udah buruan masukin.. gue ke dalem dulu yah mau siap-siap lo langsung masuk aja pokoknya" ku tinggalkan Angga yang masih harus memasukkan motornya ke dalam rumah".

"Assalammualaikum".
"Walaikumsalam... ehh Angga sini masuk".
"Iya tante".

"Ven udah siap belum?" teriak ibu dari bawah.
"Iya buuu bentar lagi" saut Raven.

Suara langkah kaki menuruni anak tangga terdengar dan mulai menunjukkan siapa yang turun dari atas. Seorang perempuan berpakaian seragam dengan rambut sebelah kiri disematkan ke telinga dan rambut sebelah kananya dibiarkan terurai. Indahnya pagi mungkin kalah indah dari cantiknya Raven pagi ini.

"Ga siniii kita sarapan" Raven memanggil Angga yang ada di ruang tengah untuk pindah ke ruang makan.
"Ehh ternyata masih pagi udah ada tamu, ayam juga kalah cepet nih kayaknya" ujar ayah.
"Apaan si yah emangnya ayam pagi-pagi bertamu? Oh iya kenalin ini Angga temen sekelas Raven".
"Ohh Angga.. Nak Angga ini tau betul ya caranya biar rezeki gak di patok sama orang jadi datengnya pagi-pagi".
Ibu memotong pembicaraan sambil menaruh piring di meja makan "Sudah..sudaah ayah jangan di dengerin dia suka gitu.. jayus orangnya"
"Bu jayus itu bukannya nama pejabat yang tersandung kasus korupsi itu?".
"Itu Gayus om" saut Angga.
"Loh.. kamu bisa ngomong juga ternyata. saya kira gak bisa abis dari tadi cuma senyum-senyum aja" kami semua tertawa.
"Angga malu-malu yah biasa baru ketemu pertama kali sama ayah".

Sarapan pagi kali ini cukup menyenangkan. Ayah seperti bertemu dengan anak laki-lakinya. Sudah hampir satu tahun kami sarapan hanya bertiga karena kakak tertua ku mendapatkan tugas bekerja di daerah. Ayah sangat suka bercanda dengan Angga yang sesekali mengajaknya bermain plesetan nama-nama tertentu.

"Hati-hati ya nak Angga bawa motornya jangan ngebut. Inget kamu bawa putri kesayangan om".
"Iya om beres".

Kami bersalaman dengan Ayah dan ibu "Bu..yah kita pergi dulu yah".
"Iya hati-hati" ucap ibu.

"Ga makasih ya udah bikin bokap kayaknya kangennya terobati sama anak cowonya gara-gara ada lo di meja makan kita pagi ini".
"Iya sama-sama besok-besok gue numpang sarapannya di rumah lo aja ya berarti".
"Yee numpang idup sama gue dong lo..".
Angga tertawa terbahak "Udaaah buru pegangan ntar kita malah kesiangan lagi".

***

Beberapa siswa terlihat mulai terus melirik jam dinding ataupun jam tangan yang sedang dipakainya ketika bel pertanda istirahat akan segera berbunyi. Konsentrasi untuk belajar seakan sudah terbagi dua dengan segarnya es jeruk dan semangkok bakso di kantin. Aku masih terus tersenyum melihat Raven hari ini, alangkah semesta menciptakan pagi yang begitu indah. Secangkir hangatnya kebersamaan dengan keluarga Raven dan gurihnya ucapan terima kasih dari Raven pagi tadi. 

"Ga traktir gue bakso dong di kantin" tiba-tiba saja celetukan Rina mengalihkan pikiranku tentang Raven untuk sesaat.
"Yee lo pikir gue bapak lo".
"Ihh jahat banget giliran Raven di traktir..".
"Yailaaah Rina bandingin sama Raven ya jelaslah.. Raven minta Angga beliin bakso sama gerobak-gerobaknya juga di beliin" saut Odi.
"Yaudah ven lo minta Angga dong beliin bakso sama gerobaknya kan nanti gue bisa nebeng makan tuh".
"Rin..rin lo mah emang tetep aja maunya yang gratisan sama kaya gue" jawab Odi sambil mengambil sepatu diatas pintu yang disangkut oleh Irfan.

"Apaan si kalian ini.. yang adil tuh beli pake uang sendiri-sendiri buat jajan sendiri juga".
"Nah setuju deh sama Meylin.. yuk aahh kita ke kantin" Raven menggandeng Meylin menuju kantin.
"Ehh tungguin gue" Rina menyusul Raven dan Meylin.

"Sob lo gak ke kantin?".
"Enggak ahh kenyang nanti aja isirahat kedua".
"Yaudah gue ke kantin dulu lah sob.. laper".
"Eh di bentar deh, menurut lo Raven tau gak si kalau gue punya sesuatu yang khusus buat dia?".
"Khusus? tempat bimbel?".
"Yeee gerobak ketoprak itu kursus".
"Kursus banget si badannya si Meylin".
"Itu kurus broooh.. ettt.. wah lo ngeledekin Mey, gue aduin lo ntar".
"Yaelah sob serius amat pantes ga di pekain".
"Maksud lo?".
"Tau ahh.. kebanyakan nanya lo. Pelan-pelan mangkanya santai liat kanan-kiri jangan lupa".
"Sok tauuuu looo".
Odi kemudian berlalu meninggalkan ku dalam kelas dengan jempol terbalik dibelakang badannya "Buseet bener-bener tuh anak".

***

"Lo nungguin siapa ven?" tanya Angga.
"Gue nunggu di jemput ayah" jawabku terbata-bata.
"Gak bareng sama gue aja nih?".
"Enggak gak usah udah janji soalnya sekalian mau makan siang bareng gitu deh katanya ayah".
"Oh yaudah gue duluan ya ven".
Sementara itu tiba-tiba Odi menghadang motor Angga "Ga nebeng dong..".
"Ogaah balik sendiri lo..".
Tanpa banyak kata Odi langsung saja menaiki motor Angga "Yuk jalan".
Aku hanya tersenyum melihat tingkah kedua anak itu dan akhirnya Angga pulang bersama Odi.

Sebenarnya ayah tak menjemputku dan juga tak ada janji makan siang hari ini. Bukan aku tidak jujur kepada Angga hanya saja tiba-tiba ketika ia bertanya tadi jawaban itu yang terlontar dari mulutku. Aku masih menunggu Abin hanya ingin meingatkan kalau saja ia lupa tentang ajakan ku kemarin. Namun nampaknya anak-anak kelasnya sudah hampir semua keluar dari gerbang sekolah namun aku masih juga tak melihat tanda kemunculan Abin. Selagi istirahat pun aku memang tak melihatnya tapi pikirku ia pasti sedang asik membaca komik di samping ruang perpustakaan atau hanya mengobrol di kelas.

Ku lihat Arumi ia teman sekelas Abin, aku akan coba bertanya padanya "Arumi mau tanya dong, Abin udah keluar kelas belum?".
"Abin? Dia kan gak masuk hari ini".
"Gak masuk? kenapa?".
"Gak ada keterangan ven, Indra juga gak dikabarin".
"Oh gitu.. yaudah makasih ya rum".

Bahkan untuk menghadapi hari ini saja ia tak ingin apalagi mengingat ajakan ku kemarin........